Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Umpasa Sebagai Sastra Lisan (bag 2)

Sastra lisan merupakan bagian dari folklor seperti yang telah dijelaskan sebelumnya (pada artikel: Umpasa Sebagai Sastra Lisan bag 1). Istilah ini di dalam bahasa Indonesia merupakan terjemahan dari bahasa ingris oral literature. Ada juga yang menyatakan istilah ini berasal dari belanda oralle letterkunde. Terlepas dari asal kata tersebut, yang dinamakan dengan sastra lisan sebenarnya adalah kesusastraan warga suatu kebudayaan yang disebarkan dan diturun temurunkan secara lisan (dari mulut ke mulut).

Istilah sastra lisan terkadang disenadakan dengan tradisi lisan. Adapun konsep tradisi hampir sama pengertiannya dengan folklor. Tradisi lisan sendiri berarti “those tradition which have been transmitted in time and space by the word and act”, yang artinya kurang lebih tradisi yang di transmisikan dalam waktu dan ruang dengan ujaran dan tindakan. Folklor berarti sebgian kebudayaan suatu kolektif yang tersebar dan diwariskan turun-temurun, di antara macam kolektif macam apa saja, secara tradisional dalam versi yang berbeda, baik dalam bentuk lisan maupun contoh yang disertai gerak isyarat atau alat pembantu mengingat (mnemonic deviace) Danandjaja (2002:2). Perbedaan keduanya terletak pada unsur-unsur yang ditransmisi secara lisan yang kadang-kadang diikuti dengan tindakan Hutomo (1991:1).

Tradisi lisan menurut keputusan atau rumusan UNESCO mencakup beberapa hal (Hutomo, 1991:11), yakni:
  • yang berupa kesusasteraan lisan;
  • yang berupa teknologi tradisional;
  • yang berupa pengetahuan folk diluar pusat-pusat istana dan kota metropolitan;
  • yang berupa unsur-unsur religi dan kepercayaan folk diluar batas normal agama-agama besar;
  • yang berupa kesenian folk di luar pusat-pusat istana dan kota metropolitan; dan
  • yang berupa hukum adat.
Sastra rakyat itu milik komunal, milik bersama rakyat bersahaja, maka sastra ini juga disebut orang sebagai folk literature, atau sastra rakyat. Hal ini bukanlah berarti bahwa sastra tersebut tidak terdapat di dalam masyarakat kota yang telah maju. Adapun ciri-ciri sastra lisan menurut Hutomo (1991:3-4) yakni:
  • penyebarannya melalui mulut, maksudnya, ekspresi budaya yang disebarkan, baik dari segi waktu maupun ruang melalui mulut;
  • lahir di dalam masyarakat yang masih bercorak desa, masyarakat di luar kota, atau masyarakatyang belum mengenal huruf;
  • menggambarkan ciri-ciri budaya sesuatu masyarakat, sebab sastra lisan itu merupakan warisan budaya yang menggambarkan masa lampau, tetapi menyebut pula hal-hal baru (sesuai dengan perubahan sosial). Oleh karena itulah, sastra lisan disebut juga sebagai fosil hidup;
  • tidak diketahui siapa pengarangnya, dan karena itu menjadi milik masyarakat;
  • bercorak puitis, teratur dan berulang-ulang, maksudnya untuk menguatkan ingatan dan menjaga keaslian sastra lisan supaya tidak cepat berubah;
  • tidak mementingkan fakta dan kebenaran, lebih menekankan pada aspek khayalan/fantasi yang tidak diterima oleh masyarakat modern, tetapi sastra lisan itu mempunyai fungsi penting di dalam masyarakatnya;
  • bahasa: menggunakan gaya bahasa lisan (sehari-hari), mengandung dialek, kadang-kadang diucapkan tidak lengkap.
Fungsi sastra lisan sendiri, masih menurut Hutomo (1991:67-74) adalah sebagai berikut:
  • sebagai sistim proyeksi;
  • pengesahan kebudayaan;
  • sebagai alat pemaksa berlakunya norma-norma sosial, dan sebagai alat pengendalian sosial;
  • sebagai alat pendidikan anak;
  • untuk memberikan suatu jalan yang dibenarkan oleh masyarakat agar dia dapat lebih superior daripada orang lain;
  • untuk memberikan seseorang jalan yang diberikan oleh masyarakat agar dia dapat mencela orang lain;
  • sebagai alat untuk memprotes ketidakadilan dalam masyarakat;
  • untuk melarikan diri dari himpitan hidup, atau dengan kata lain berfungsi sebagai hiburan semata.
Sesuai penjelasan mengenai folklor dan sastra lisan di atas maka semakin jelaslah jika umpasa merupakan tradisi yang berkembang secara lisan, umpasa digolongkan kedalam salah satu bentuk tradisi lisan yang berbentuk puisi rakyat yang termasuk dalam kelompok folklor lisan hal ini dikarenakan bentuknya murni lisan. Hal tersebut sesuai dengan penggolangan bentuk folklor menurut Jon Harold Brundvard (Danandjaja 2002:21-23).

Karena umpasa termasuk puisi yang memiliki bentuk, maka dalam penelitian ini Struktur sastra lisan yang dibahas meliputi bentuk, formula, tema, bunyi, diksi dan gaya bahasa. Unsur-unsur tersebut adalah unsur yang selalu ada dalam teks sastra lisan (Badrun, 2003:23).

Membaca lebih lengkap, kunjungi Daftar Isi Skripsi

Artikel Terkait (Skripsi)

Posting Komentar untuk "Umpasa Sebagai Sastra Lisan (bag 2)"